Selasa, 09 Maret 2010

Wawasan Manajemen Organisasi Profesi Kesehatan

Wawasan Manajemen Organisasi Profesi Kesehatan
Menuju Kemandirian*

Oleh
Ansor Usman
(Ketua Bidang Organisasi & Humas DPP IKATEMI)


Sumber daya manusia organisasi Profesi Kesehatan harus memiliki 3 kecerdasan dalam mengelola lembaga pendidikan, karena hal ini langsung bersentuhan dengan pengelolaan makhluk hidup (manusia) yang unik. Adapun ketiga kecerdasan itu adalah sebagai berikut :
Emotional Quotient (EQ)
Spiritual Quotient (SQ)
Intelligence Quotient (IQ)
Kebutuhan ketiga kecerdasan itu adalah merupakan suatu keharusan bagi seluruh aktifis organisasi profesi kesehatan agar dapat mencapai suatu tujuan yang optimal bagi organisasi profesi yang bermartabat, bermoral, berkualitas dan tangguh menghadapi tantangan di masa depan.
Disamping ketiga kecerdasan tersebut diatas organisasi profesi memerlukan juga wawasan lain seperti :
1. Wawasan Manajemen Sumber Daya Manusia.
2. Wawasan Manajemen Keuangan.
3. Wawasan Manajemen Umum.
4. Wawasan Kemandirian organisasi profesi

Pendahuluan
Pertumbuhan profesi dan demikian juga kaum profesional merupakan fakta penting yang menyertai system pembagian kerja dalam masyarakat industrial modern.” Suatu masyarakat yang melancarkan industrialisasi,” kata seorang sosiolog terkemuka,”adalah masyarakat yang menjalankan profesionalisasi.”Profesi, karenanya, memperoleh kedudukan istimewa dalam kehidupan masyarakat. Kepadanya sering dilekatkan atribut-atribut yang sarat nilai, seperti memberi pelayanan altruistic dan memiliki otonomi. Kaum professional malah kerap ditunjuk sebagai pelopor dan pengawal demokrasi.
Terence J. Jhonson menganggap semua atribut itu sekedar mitos. Dengan mengajukan kerangka analis sebagai alternative terhadap pendekatan lama - teori ciri dan teori fungsional - ia sebaliknya menunjukan bahwa tidak jarang kaum professional justru menjadi alat eksploitatif. “Di bawah kondisi sekarang profesionalisme telah mengalami kemerosotan,” kata Johnson, yang bekerja sebagai peneliti tamu pada Institute of Commonwealth Studies, Universitas London.
Organisasi profesi merupakan suatu organisasi sosial formal tingkat tertinggi. Fungsi sosial formal tersebut menjadikan organisasi profesi sebagai lembaga peradaban, sehingga diharapkan terjadi proses yang mengarah kepada pemberdayaan manusia akan terjadi dalam kegiatan organisasi profesi tersebut.
Syarat utama agar proses organisasi profesi dapat terjadi dengan baik sesuai dengan misinya dalam standar profesi adalah suasana professional. Berbagai kebijakan dibuat untuk menjadi rambu-rambu kegiatan yang tetap bertumpu kepada norma yang ditetapkan bersama, sehingga mampu menghasilkan produk nyata maupun maya sesuai dengan misi Standar organisasi Profesi. Pola penyusunan berbagai kegiatan harus dilaksanakan atas dasar masukan dari komunitas profesi. Jadi harus disusun mekanisme agar semua masukan dari bawah dapat tertampung dengan baik dan diimplementasikan dalam wujud berbagai kebijakan untuk digunakan sebagai rencana penyusunan kegiatan. Rencana strategi kegiatan agar dijamin dapat berjalan harus disertai rencana pendanaannya.

Suasana Profesional
Suasana kegiatan organisasi profesi merupakan acuan utama penataan sistem di organisasi profesi agar misi dari organisasi profesi dapat berjalan. Susana kegiatan organisasi profesi hanya mungkin berjalan jika proses aktifitas secara utuh terjadi di dalam lembaga organisasi profesi itu sendiri. Proses secara utuh artinya titik berat kegiatan ada di dalam lembaga. Artinya para pengurus, aktifis atau voluntir tidak hanya bekerja untuk kepentingan sendiri, melainkan berbagai kegiatan lainnya sedapat mungkin dilakukan di dalam lembaga organisasi profesi. Jadi dalam hal anggota organisasi profesi selain bekerja di dalam tempatnya masing-masing dapat belajar dengan melihat bagaimana para aktifis organisasi profesi bekerja sesuai dengan standard profesi. Agar segalanya berjalan dengan baik harus dilakukan pemberdayaan.
Paradigma dalam usaha memperoleh nilai tambah bagi para pengurus organisasi profesi yang selama ini dilakukan diluar kelembagaan organisasi profesi diubah dengan paradigma baru yaitu menarik nilai tambah masuk ke lembaga organisasi profesi dengan harapan seluruh jajaran aktifis /anggota profesi bisa diberdayakan.

Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah suatu proses yang harus dilalui agar setiap individu dalam lembaga dan lembaganya dapat secara optimal melaksanakan fungsinya sehingga dihasilkan produk yang optimal pula. Setidaknya ada sepuluh cara untuk melakukan proses pemberdayaan, yaitu:
• pembagian tanggung jawab
• pembagian wewenang
• pemberdayaan
• latihan dan pengembangan
• pemberian informasi dan pengetahuan
• umpan balik
• penghargaan
• kepercayaan
• pengertian belajar dari kegagalan
• pemberian rasa hormat

Pemberdayaan merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan di organisasi profesi dengan tujuan agar suasana profesional akan tercipta dengan baik. Individu maupun institusi yang telah berdaya dapat melaksanakan tugasnya dimana semua tindakan bersifat cerdas, artinya tahu apa yang dikerjakannya dengan seluruh konsekuensinya.

Mutu
Mutu adalah syarat dasar untuk kegiatan organisasi profesi. Mutu produk yang baik hanya dapat diperoleh melalui proses yang baik pula. Produk akan menjadi komoditas setelah melalui standar mutu yang tertentu sesuai dengan keinginan konsumen. Untuk organisasi profesi mutu hanya dapat dicapai jika di dalam proses pelatihan tercipta suasana profesional yang wajar di kelembagaan.
Suasana kelembagaan ialah suasana dimana seluruh kegiatan kelembagaan organisasi profesi terjadi. Acuan ini menjadikan aktifis sebagai sumber daya utama di organisasi profesi berdasarkan standar-standar International. Sehubungan dengan itu keberadaan aktifis profesi di kelembagaan untuk melakukan kegiatan pelatihan profesional (termasuk penelitian), manajerial, dan kegiatan lain merupakan keharusan agar tercipta suasana professional di organisasi profesi. Pengujian apakah suatu organisasi profesi telah melampaui standar mutu minimum sehingga masyarakat dan pemerintah bertindak sebagai konsumen yang dengan sengaja harus melakukan transaksi produk kepada lembaga organisasi profesi tersebut, karena organisasi profesi menjadi badan hukum.
Agar otonomi organisasi profesi dapat berjalan, pola pikir kegiatan yang berbasis kepada suasana profesional perlu lebih dilakukan secara intensif sehingga dapat dilakukan pengukuran-pengukuran kinerja. Kinerja yang baik nantinya akan menjadi dasar untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai sehingga dapat menjadi komoditas. Kata kunci agar hal ini dapat berjalan ialah sumber daya manusia harus berdaya, sehingga dapat mengerti dengan benar arti dari kemandirian suatu organisasi profesi.

Kemandirian
Kemandirian organisasi profesi adalah kemampuan untuk mandiri dalam menyusun berbagai urusan rumah tangganya (internal dan eksternal) termasuk program kegiatan maupun kemampuan untuk menyusun kegiatan pendanaan.
Kegiatan organisasi profesi sementara ini meliputi kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kemandirian dalam menyusun kegiatan pendidikan mencakup masalah pembukaan program-program pemberdayaan pelatihan anggota, penyusunan standar profesi maupun kegiatan proses pembelajaran. Acuan yang digunakan ialah mutu, sehingga di dalam mengadakan program tersebut telah mempertimbangkan produk yang akan relevan terhadap kebutuhan konsumen. Hal yang sama untuk penyusunan kurikulum ditujukan untuk pendidikan keahlian dan ketrampilan yang sesuai dan dapat memenuhi akreditasi yang berlaku di masyarakat. Arah kegiatan yang mengacu kepada proses merupakan hal yang fundamental, sehingga produk yang baik (lulusan, pola pikir, wawasan, prosedur dan lain-lain) hanya diperoleh dari proses belajar mengajar yang baik dan efisien pula. Pola akreditasi yang benar sudah seharusnya jika mencakup akreditasi dari proses yang dihasilkan daripada hanya masukan dan keluarannya saja. Dalam kasus pengukurannya, semuanya dibuat berbasis kepada kinerja sehingga efisiensi serta akuntabilitas telah mudah diukur.
Mandiri dalam kegiatan pendanaan merupakan cara berpikir agar semua kegiatan dapat dilakukan secara efisien dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Artinya bukan berarti organisasi profesi membiayai dirinya sendiri (secara bisnis) karena misi organisasi profesi tetap harus dijalankan, melainkan mampu menggalang dana masyarakat termasuk pemerintah untuk membiayai kegiatannya berdasarkan kepada “kontrak” yang jelas. Disini akuntabilitas proses produksi yang diberikan dari organisasi profesi sudah melampaui batas mutu, sehingga telah menjadi komoditas. Pemerintah dalam menyalurkan dana kepada organisasi profesi dengan tujuan agar ahli yang bermutu dapat tersedia di masyarakat. Di sisi lain masyarakat industri yang berkewajiban mendukung pendidikan dapat memperoleh hasil dari berbagai produk organisasi profesi (sumber daya manusia atau sumber daya maya lainnya) dalam pola kerja “kontrak” yang keduanya saling bertanggung jawab hal serupa hubungan antara organisasi profesi dan pemerintah. Pola ini memungkinkan masyarakat luar negeri berpartisipasi dalam pelaksanaan lembaga organisasi profesi di Indonesia.

Pemikiran Pengelolaan Sumberdaya Organisasi profesi untuk Kemandirian
Pola untuk mengelola sumberdaya organisasi profesi harus terintegrasi, namun transparan dan akuntabel. Kemandirian organisasi profesi tenaga kesehatan, sekarang belum terwujud karena belum lahirnya Undang-Undang tenaga kesehatan, sehingga perlu pola yang terintegrasi antara organisasi profesi dan pemerintah dan untuk diacu dalam mengelola sumber daya organisasi profesi.
Berdasarkan Keputusan Departemen Kesehatan mendirikan Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri sehingga berbagai pengelolaan pemberdayaan organisasi profesi dilakukan secara terkonsentrasi. Sehubungan dengan hal tersebut organisasi profesi perlu menyesuaikan diri agar berbagai kegiatan kelembagaan secara langsung maupun tidak langsung dapat mendukung terhadap kegiatan di daerah sehingga dana yang ada dapat digunakan secara efisien dan secara komplementer dapat mendukung kegiatan daerah (PEMDA) dan organisasi profesi tersebut yang bersifat kemitraan.
Pola yang lebih baik lagi terjadi jika ada sinkronisasi antara Anggaran Belanja Pemerintah Daerah dan berbagai kegiatan organisasi profesi dapat saling mendukung. Untuk itu pola kerja penyusunannya perlu dimengerti masyarakat organisasi profesi. Berbagai asset organisasi profesi mulai dari sumberdaya manusia, infra struktur maupun sumberdaya maya lainnya merupakan modal yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Namun pola integrasi harus tetap dipegang maksudnya agar seluruh kegiatan dapat dipantau untuk transparansi, dan akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam penyusunan neraca organisasi profesi di masa depan cara berpikir “surplus” dan digunakan dalam pengembangan maupun menutup penyusutan asset organisasi tersebut.
Kemandirian organisasi profesi hanya mungkin dijalankan jika segala kegiatan dapat terukur. Agar dapat terukur diperlukan integrasi, dan agar seluruh masyarakat dapat memantau diperlukan transparansi. Jika proses tersebut telah dijalankan secara efisien akan terlihat dari hasil pemantauan dan akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan dengan melihat berbagai variabel selama proses dijalankan.
Kata-kata kunci dalam mengelola pengertian sumber daya manusia dalam organisasi profesi menuju kemandirian adalah sebagai berikut :
Institusionalisasi, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme
Institusionalisasi
Inventarisasi potensi organisasi profesi kesehatan
1. Keuangan, semua dana yang beredar di dalam kelembagaan harus tercatat.
Pengelolaan menyeluruh, berjenjang dan berdasarkan perencanaan pendanaan sesuai kontrak.
2. Sumber daya manusia.
Inventarisasi kegiatan SDM organisasi profesi kesehatan
3. Fasilitas organisasi profesi kesehatan
Inventarisasi fasilitas organisasi profesi kesehatan
4. Perencanaan sesuai akuntansi berbagai bidang

Transparansi
• Seluruh kegiatan atas – bawah dan bawah – atas “diketahui”
• Seluruh kegiatan intern dan ekstern “diketahui”

Akuntabilitas
• Seluruh kegiatan organisasi profesi kesehatan didefinisikan dan diukur kinerjanya (Dana, SDM, Fasilitas)

Profesionalisme
• Seluruh kegiatan organisasi profesi kesehatan berdasarkan norma professional dan norma lain sesuai kepentingannya misalnya norma bisnis untuk keuangan.

Tantangan dan Kendala
Tantangan yang dihadapi organisasi profesi kesehatan untuk saat sekarang adalah bahwa organisasi organisasi profesi kesehatan harus dapat menjadi organisasi yang dinamis dan adaptif yang berbasis kepada proses. Dinamika eksternal yang mempengaruhi organisasi profesi kesehatan perlu diantisipasi secara bijak agar dapat diserap untuk berbagai penyesuaian menuju kemajuan. Dalam masalah ini kendala yang dihadapi organisasi profesi kesehatan adalah organisasi sekarang yang kaku dan cenderung berbasis kepada produknya saja.
Akibat perkembangan iptek terjadi berbagai perubahan yang sangat cepat di berbagai bidang. Kenyataan yang ada sekarang ini organisasi organisasi profesi bekerja dengan lamban dan tidak akurat. Pengaruh globalisasi yang telah mulai terasa pada saat ini memaksa dalam berbagai kegiatan terjadi proses persaingan yang tajam. organisasi profesi sekarang ini termasuk organisasi profesi kesehatan hanya mampu melakukan inovasi maupun kreativitas yang rendah.
Dari sisi lain, sumberdaya manusia harus dibuat menjadi modal dasar yang memiliki nilai tertinggi, sementara itu kendala yang terjadi adalah bahwa telah kita ketahui tentang kualitas sumberdaya manusia kita yang secara umum masih relatif rendah.
Orientasi dari produk harus mengarah kepada pasar, sementara itu orientasi yang terjadi pada saat ini cenderung mengarah kepada kepentingan tertentu saja.
Karena segala sesuatunya berlaku secara universal standarisasi merupakan hal yang harus diterapkan dengan mengacu kepada standar yang berlaku secara umum dan universal. Sementara itu kita ketahui bahwa dalam sistem yang kita anut standar yang mengacu kepada kinerja belum bisa kita laksanakan.




Organisasi profesi kesehatan Harus Bagaimana ?
Kedepan organisasi profesi kesehatan harus mengarahkan berbagai usaha agar memiliki kebebasan (atau kemerdekaan ?). Dengan wahana tersebut organisasi profesi kesehatan dapat menjadikan dirinya sebagai organisasi yang kreatif yang berani untuk melakukan berbagai inovasi positif.
Berbagai inovasi ini akan mencakup masalah program dan proses profesional yang mampu bersaing mengantisipasi perubahan di luar maupun di dalam organisasi profesi kesehatan.
Secara organisasi profesi kesehatan perlu dan harus menjadi organisasi yang memiliki sifat selalu mampu menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan untuk menuju ke depan. Agar keinginan secara cepat namun akurat dengan berbagai catatan yang baik.
Di dalam melaksanakan berbagai kegiatannya secara formal diperlukan kelenturan yang selalu memperhatikan situasi pasar. Dari sisi dana pengalokasian tidak dapat lagi diatur secara kaku agar menjadi lebih efisien.
Keseluruhan uraian di atas hanya mungkin dilaksanakan dengan menggunakan kendaraan otonomi di dalam pengertian yang benar.

Penutup
Sebagai konsekuensi dari uraian di atas organisasi profesi kesehatan harus berani secara jujur melakukan evaluasi diri. organisasi profesi kesehatan tidak bisa lagi bersandar kepada keunggulan yang banyak, namun harus fokus kepada bidang teknologi tertentu saja. Perubahan paradigma berpikir harus dilakukan, artinya bahwa sosok yang unggul bukan berarti mempunyai kemampuan di berbagai bidang, melainkan biasanya fokus pada bidang tertentu saja. Ini sebagai tulang punggung sedangkan bidang-bidang lain berfungsi sebagai “enabler (pengumpan)”. Agar hal ini dapat berjalan, organisasi profesi kesehatan sebaiknya dapat menentukan potensi dirinya dimana secara kuantitatif (bukan hanya dikatakan, namun berdasarkan data) melalui kajian parameter yang berlaku universal, sesudah itu barulah organisasi profesi kesehatan dapat menentukan keunggulannya. Paradigma baru lainnya adalah meskipun suatu bidang bertindak sebagai “enabler” jika berkinerja tinggi justru akan menjadi pengumpan yang diunggulkan.


Daftar Pustaka

_____________, 2002, Pendidikan Berbasis Kompetensi, Editor Alexander Jatmiko Wibowo dan Fandy Tjiptono, Universitas Atmajaya Yogyakarta

Agustian, A,G, 2001, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Penerbit Arga, Jakarta

Ginting, C, 2003, Kiat Belajar di Perguruan Tinggi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

Hendrajaya, L, 1998, Tridharma, Wawasan Teknologi dan Dinamika Masyarakat dalam Reformasi Diri Perguruan Tinggi, Kumpulan pidato, sambutan dan tulisan rektor Institut Teknologi Bandung 1997 (Buku 1), Penerbit ITB, Bandung

Hendrajaya, L, 2000, Tridharma, Wawasan Teknologi dan Dinamika Masyarakat dalam Reformasi Diri Perguruan Tinggi Berani Melangkah dan Mengevaluasi Diri, Kumpulan pidato, sambutan dan tulisan rektor Institut Teknologi Bandung 1998 – 1999 (Buku 2), Penerbit ITB, Bandung

Maksum, A dan Ruhendi, L,Y, 2004, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan Post-Modern Mencari “Visi Baru” atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita, Penerbit IRCiSoD, Yogyakarta

Santoso, Dj, 2000, Wawasan Manajemen Perguruan Tinggi (Menuju Kemandirian), Kumpulan pemikiran, makalah, pidato, sambutan Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum ITB, Penerbit ITB, Bandung

Strike, K, A dan Soltis, J,F, 2003, Etika Profesi Kependidikan, Alih Bahasa F. Sinaradi, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Sukirman, S, 2004, Tuntunan Belajar di Perguruan Tinggi, Edisi Ketiga, Pelangi Cendekia, Jakarta

Syahatah, H, 2004, Kiat Islami Meraih Prestasi, Gema Insani, Jakarta

Tilaar, H,A,R, 2004, Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa Depan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Terence, J, Johnson,1991, Profesi dan Kekuasaan, PT Utama Grafiti, 199, Jakarta

Tidak ada komentar: