Selasa, 09 Maret 2010

IMAGE PROCESSOR

IMAGE PROCESSOR

Image processor memiliki tugas yang sangat banyak,mulai dari menghasilkan data dari DAS yang bebas dari semua ketidakteraturan induksi mesin. Tahap pertama ini disebut ‘preprocessing’. Kemudian dilanjutkan dengan menerapkan algoritma matematika yaitu proses konvolusi, seperti proses pemfilteran data digital untuk semua data. Hal ini samgat diperlukan untuk tahap terakhir. Akhirnya, data kembali dilewatkan pada proses matematika yang disebut dengan “backprojection”, sehingga hasil akhirnya seperti yang terlihat pada layar monitor. Hal ini merupakan suatu penjelasan yang simple untuk sistem yang sangat kompleks ini. Kebanyakan tugasnya dikerjakan oleh teknologi PC dengan tambahan hardware yang khusus.


Sebuah image processor tidak hanya satu komputer tunggal, tetapi merupakan gabungan beberapa komputer yang tersusun menjadi array komputer. Hal ini dimaksudkan untuk memroses data yang sangat banyak dalam waktu yang sangat singkat. Hal inilah yang membedakannya dengan PC biasa. Semua sistem CT biasanya memiliki komputer host untuk menjalankan program yang membuat user dapat menscan dan mengarsipkan image, dan langsung memroses iamge dengan aktual. Kita dapat memisahkan fungsi umum image processor menjadi beberapa grup-grup fungsional seperti berikut:
1. Penerima
2. Tahap preprocessing
3. Tahap konvolusi
4. Rekonstruksi image ( backprojection)
5. Display/video image

Penerima merupakan bagian yang berkebalikan dengan bagian pemancar di DAS.Processor ini bekerja paralel 32 bit. Fungsi utama receiver adalah untuk mengumpulkan data ketika data-data terset datang dari DAS, mem-buffer-nya, membuang informasi kontrol data, dan mengubahnya ke dalam data parallel, karena data tersebut dikirimkan secara serial. Kemudian data diteruskan ke proses selanjutnya yaitu “Preprocessing”.


Preprocessing
Proses ini dapat didefiniskan sebagai proses, dimana data redaman yang dikumpulkan selama scanning dikoreksi dan dibebaskan dari pengaruh-pengaruh mesin. Sinyal yang masuk dari detektor dapat bervariasi antara beberapa V sampai dengan beberapa Volt. Hal ini membutuhkan sistem pengukuran yang stabil dan sangat sensitif. Walaupun dengan teknik manufaktur sekarang ini, tidaklah mungkin untuk membuat semua sistem CT merespon dengan hasil yang sama. Dengan kata lain, setiap elemen detektor, integrator, dan konverter analog-digital tidak dapat dibuat tepat sama. Hal ini akan menghasilkan artifak pada image, jika kita tidak memperhitungkan perbedaan ini. Solusinya adalah dengan mengidealisasi profil data dengan mengompensasi sensitifitas mesin melalui phantom stansar dan prosedur-prosedur “tuning”. Proses inilah yang disebut dengan “tune-up” sebuah unit dan selalu dilakukan pada saat penggantian tabung. Hasilnya adalah software kumpulan data yang berbentuk tabel yang menjadi fingerprint atau referensi terhadap data-data selama tahap preprocessing. Setelah data ini komplit dikumpulkan, maka image tidak lagi tergantung pada keadaan mesin yang tidak stabil, dan kemudian dapat diproses menjadi image pada SMI bertipe sama yang akan menghasilkan image yang sama. Tahap preprocessing merupakan suatu proses yang terdiri atas beberapa proses yang lebih sederhana yaitu
• PGA decoding
• Sorting
• Averaging
• Koreksi off-set
• Logaritmatisasi
• Normalisasi
• Kalibrasi
• Koreksi spasial
• Koreksi channel
PGA decoding

Sinyal dari array detektor dapat berada pada interval yang sangat besar, dari V sampai beberapa Volt. Untuk memastikan integritas pengumpulan data, dan juga meminimalkan biaya komponen elektronik yang digunakan, diterapkanlah teknik encoding PGA (Programmable Gain Amplifier). Teknik ini dapat meningkatkan keakuratan 20 bit ADC dengan hanya menggunakan 14 bit PGA. PGA langsung dapat mengenali input, dan menset faktor penguatan sesuai rangenya, 1 kali, 8 kali, atau 64 kali. PGA juga menambahkan dua bit kode digital yang nantinya digunakan image processor untuk mengembangkan tiap nilai channel menjadi 20 bit. Hal ini merupakan pekerjaan yang sangat sederhana bagi komputer, karena yang harus dikerjakan hanya menggeser bit ke kiri yang berarti perkalian dengan bilangan dua berpangkat. Hal ini yang disebut dengan decoding PGA.


Sorting
Data dari DAS dikirmkan ke Image processor secara serial, satu nilai channel satu waktu. Unit CT modern memiliki 768 elemen detektor atau channel. Ketika DAS mengumpulkan informasi dari array detektor, tidak semua proses yang dilaluinya karena keterbatasan resource hardware. Urutan yang sebenarnya tergantung dari unit CT tersebut. Pengumpulan data ini direferensikan kepada sekuens pembacaaan DAS. Mesin pada kenyataanya tidak dapat membaca semua set data dari 768 nilai elemen detektor. Oleh kkarena itu, informasi yang terpenting dululah yang dibaca, yaitu yang berad di tengah-tengah array detektor. Hal inilah yang menyebabkan pola pembacaan mulai dari tengah detektor, dan keluar ke kanan dan kiri. Image processor membutuhkan pengumpulan data berada dalam urutan kronologi yang sesuai dengan channel detektor. Hal inilah yang menyebabkan komputer harus mensort data menjadi deretan numerik yang teratur. Dulunya, hal ini dikerjakan oleh image processor, tapi sekarang ini dikerjakan oleh hardware dalam gantry sebelum image processor menerima data.
Ilustrasi di atas menggambarkan satu kemungkinan sekuens pembacaan yang umum pada unit CT yang memiliki 512 channel detektor. Pembacaan dibagi-bagi menjadi 4 kuadran. Pembacaan dimulai dari dua daerah yang dalam, kemudian dua daerah yang di luar. Dengan cara ini, resource hardware cukup untuk memproses empat channel dalam satu waktu. Jadi, mesin akan menerima data dari channel 256, 257, 128, 385, 255, 258, 127, 386, 254, 259, 126, 387,....129, 384, 1, 512.
Averaging
Averaging atau perataan adalah proses matematika dimana data diakumulasikan untuk banyak/beberapa putaran detektor. Kemudian data-data tersebut secara aritmatis diaveragekan terhadap tiap channel dan pembacaan dari posisi angular gantry yang sesuai. Hasilnya adalah image yang rendah noise dikombinasikan dengan
minimalisasi artifak motion yang terjadi akibat ketidaksengajaan di daerah abdomen. Kalkulasi ini dilakukan oleh image processor.

Koreksi Off-set
Koreksi off-set dimaksudkan terhadap nilai offset dari penguatan elektronik. Sehubungan dengan toleransi pabrik, tidak ada dua penguatan yang secara normal akan menghasilkan output yang tepat sama untuk input yang sama. Kenyatannya, output bervariasi dalam toleransi tertentu atau off-set sebagaimana yang telah dispesifikasikan oleh pabrik. Alat menggunakan banyak penguat yang identik dalam DAS. Ada satu penguat tiap channel detektor. Dalam unit CT yang modern, digunakan 1536 individual amplifier. Semua amplifier ini harus merespon untuk output yang sama (dalam toleransi yang sangat kecil) ketika semua detektor menerima stimulus di inputnya. Hal ini dapat kita lihat untuk toleransi kurang dari 100 V. Mungkin saja bagi kita untuk mengatur tiap amplifier secara elektronik untuk menghasilkan output untuk input yang sama, tetoa jumlah amplifier yang lebih dari seribu akan tidak praktis. Untuk itulah digunakan software yang dapat mengkompensasi masalah ini. Hal ini dikerjakan dengan mengambil nilai-nilai pembacaan tanpa sinar-X dan menghitung nilai mean tiap channel tiap pembacaan. Hasilnya berupa tabel yang berisi nilai-nilai dari detektor, yang disebut “tabel off-set”. Selama preprocessing, komputer akan mengurangi nilai-nilai pada tabel off-set dari tiap pembacaan dengan sinar-X. Hal inilah yang dapat mengompensasi error off-set dari tiap amplifier. Jika hal ini tidak dikerjakan, maka off-set error dapat menghasilkan artifak pada imagenya.

Logaritmatisasi
Sinar-X diredam secara eksponensial.Kita melogaritmakan data yang diambil oleh array detektor dan melinearisasikannya dan untuk memudahkan penghitungan matematikanya. Pembagian dan perkalian angka-angka diekspresikan dalam bentuk logaritma disederhanakan dalam bentuk pengurangan dan penjumlahan. Ilustrasi di bawah menunjukkan hukum redaman. Hukum itu menyatakan bahwa radiasi yang teredam I sama dengan radiasi yan tidak teredam I0 dikalikan dengan e-d, dimana  merupakan koefisien redaman dan d adalah ukuran objek.


Normalisasi
Generator tegangan tinggi yang mensupply tegangan DC tabung sinar-X tidak sempurna. Karena hal ini dan beberapa alasan lain, output dari tabung sinar-X dapat bervariasi untuk tiap pembacaan. Detektor akan melihat perubahan ini dalam bentuk perubahan dosis radiasi. Jika hal ini tidak dikompensasi, maka kesalahan pengukuran akan terjadi. Sebagai contoh, air akan memiliki ukuran kepadatan yang berbeda untuk tiap pembacaan yang berbeda. Kita dapat mengoreksinya dengan meletakkan alat monitoring sangat dekat dengan sumber radiasi dan melihat pembacaan pada saat yang sama dengan pembacaan di array detektor. Nilai monitor ini bersama-sama dengan nilai array detektor dikirimkan ke image processor. Disinilah dimana nilai monitor dikurangi dengan nilai array detektor untuk tiap pembacaan secara terpisah. Hasilnya adalah pembacaan yang telah dinormalisasi seperti yang terlihat pada ilustrasi.



Kalibrasi
Tiap elemen detektor dan komponen elektroniknya memiliki sensitifitas yang berbeda, walaupun kecil. Sensitifitas ini akan menjadi lebih besar untuk unit-unit yang lebih lama atau sistem detektor solid state dan dapat bervariasi terhadap waktu. Meskipun demikian, hal ini harus ikut dipertimbangkan sebelum image direkonstruksi dengan sukses. Ketika kita bicara tentang koreksi off-set, data diambil dari DAS tanpa input, dimana sinar-X tidak ikut diaktifkan. Dalam kalibrasi, sinar-X diaktifkan tetapi tidak ada objek yang ikut di-scan. Hasilnya adalah scan udara. Tergantung dari model CT-scan yang digunakan, seribu lebih pembacaan dikumpulkan. Kemudian, kalkulasi mean dilakukan, sehingga kita memiliki tabel yang berisi satu nilai untuk tiap channel detektor. Tabel ini disebut tabel kalibrasi. Tabel ini berisi data yang dinormalisasi dan dikurangkan terhadap tiap pembacaan selama scanning normal. Dengan cara ini, semua perbedaan sensitifitas dapat dikompensasi. Tabel kalibrasi ini harus di-update secara periodik dan teratur tergantung pada jenis CT-scannya, bisa satu sampai beberapa kali sehari.



Spacing
Seperti yang telah dijelaskan di bagian lain, array detektor solid state dibuat dari banyak elemen atau komponen individual. Untuk rekonstruksi image yang akurat, ukuran dan penyusunan mekanik elemen-elemen tersebut sangat penting, tetapi sangat sulit untuk merealisasikannya. Bagaimanapun, kita tetap dapat menghitung error (perbedaan) tersebut dengan menggunakan phantom khusus dan menyimpan nilai-nilai koreksinya ke dalam tabel spacing. Prosedur ini hanya dilakukan selama tune-up. Koreksi ini tidak diperlukan untuk detektor tipe gas Xenon, karena dalam produksinya menggunakan chamber-chamber mekanik telah dibuat dengan sukses untuk toleransi yang diperlukan.

Gambar di bawah menampakkan array detektor dari mesin Siemens Somatom2 yang lama. Gambar tersebut hanya menunjukkan gambaran sebagian dari sekelompok elemen detektor yang disolder pada sebuah PCB. Dari gambar itu, terlihat jarak antara elemen sangatlah kecil. Terdapat 512 elemen-elemen dalam array detektor tersebut. Sekarang ini, pada Somatom Plus4, terdapat 768 elemen yang identik.


Foto di bawah menggambarkan elemen tunggal yang diambil dari array detector di atas, dalam tampak samping. Jika dilihat dari dekat dengan jelas, kita dapat lihat sambungan elektrik di kanan. Itu merupakan perpanjangan dari dioda cahaya yang terdapat di elemen. Kristal scintilasinya disambungkan di atas dan direkatkan yang tahan cahaya.

Koreksi Channel
Koreksi channel dimulai dari tune-up sistem, yang biasanya mengikuti penggantian tabung sinar-X, tetapi dapat juga dilakukan tanpa harus ada penggantian tabung. Prosesnya membutuhkan phantom dan kemudian menghasilkan tabel koreksi. Ada dua macam phantom yang digunakan, yang satu adalah plexiglas yang berbentuk persegi dan yang satu lagi sama, tetapi ditambahkan strip PVC untuk penyerapan sinar-X tambahan. Yang terakhir tadi digunakan untuk mensimulasikan kepala, dan tubuh bagian atas. Koreksi ini mengompensasi perbedaan sensitifitas DAS ketika sebuah objek masuk ke dalam bidang scan. Tahap kalibrasi harus dilakukan terlebih dahulu, karena kalibrasi mengoreksi sensitifitas sistem tanpa ada objek di dalam bidang scan. Koreksi channel dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian yang berbeda.
• Koreksi cosine
• Koreksi koefisien channel
• Penskalaan air (Water scaling)
Masalah-masalah yang dihadapi.
Ilustrasi di bawah menunjukkan beberapa masalah yang berhubungan dengan geometri sorotan sinar-X yang berbentuk kipas. Kita dapat mengompensasi hal ini dengan rutin software ataupun alat mekanik. Contohnya, kita mendesain detektor dengan bentuk konkaf (cekung) terhadap bidang scan, sehingga jarak yang diukur dari fokus ke elemen detektor tetap sama. Tipe detektor ini disebut kurvalinier. Pentingnya desain ini didasarkan kepada fakta bahwa intensitas sorotan sinar-X akan berkurang makin jauh sinar-X berjalan (hukum kebalikan kuadrat).

Koreksi Cosinus
Sekarang kita lihat masalah lain yang terjadi yaitu bentuk fisik sorotan yang berbentuk kipas. Jika kita lihat gambar di atas, kita perhatikan garis kuning yang merepresentasikan jalur dari photon-photon sinar-X, yang melintasi objek dengan sudut-sudut yang berbeda. Titik tengah objek akan menunjukkan jalur terdekat yang diambil dan merepresentasikan redaman sinar-X terendah, jika diasumsikan bahwa objek scan homogen. Dalam teori, jika kita memplot nilai-nilai yang dilihat oleh tiap detektor, maka akan membentuk kurva seperti yang terlihat seperti plot hijau. Pada kenyatannya, tanpa melakukan koreksi, kurva akan menghasilkan cekungan yang berarti error. Secara matematika, kita dapat mengoreksi hal ini dengan melakukan perkalian data yang telah diambil dengan tabel yang sebelumnya telah dibuat yang berisi nilai kosinus untuk tiap sudut sinar yang bersangkutan. Kembali ke gambar di bawah ini, perhatikan dua plot yang terbawah. Plot yang tengah menunjukkan bentuk tabel kosinus; dan ketika digabungkan dengan data hasil pengukuran yang berwarna hijau, hasil yang ideal akan berbentuk seperti plot yang berwarna biru.


Koreksi koefisien channel
Koreksi ini dilakukan setelah proses koreksi cosinus selesai. Koreksi cosinus adalah koreksi matematis yang didasarkan pada sudut dari sorotan sinar-X terhadap tiap elemen detektor. Tetapi koreksi tersebut tidak memperhitungkan ketidaklinieran antara tiap elemen yang ada. Padahal, tiap elemen detektor memiliki respon yang sedikit berbeda untuk imput yang sama dan hal ini harus dipertimbangkan untuk kualitas image. Tugas ini dilakukan dengan mengevaluasi data kosinus yang sudah dikoreksi, yang membutuhkan scanning blok plexiglas, dan kemudian menghasilkan tabel koreksi. Dalam prakteknya, berbagai macam proses scanning dilakukan dan banyak tabel yang akan dihasilkan sebagai gudang referensi, dimana tiap tabel dibuat berdasarkan tiap nilai dosis yang dilihat oleh detektor. Tabel-tabel ini kemudian menjadi referensi untuk koreksi tiap nilai kV, mAs, dan ketebalan slice yang ditentukan. Ilustrasi pada gambar di bawah ini menunjukkan dua channel yang simetris tetapi berlawanan posisinya. Seharusnya kedua detektor ini melihat stimulus yang sama, akan tetapi tetap saja sensitifitasnya berbeda. Idealnya, ketika input sampai ke detektor bervariasi antara 0 sampai maksimum, kita akan melihat respon linier seperti yang tergambar dalam grafik putus-putus. Sumbu x menmperlihatkan ketebalan penyerap radiasi, dan sumbu y menampilkan jumlah redamannya. Respon aktualnya diplot pada garis merah, dan plot tersebut ternyata berbentuk seperti parabola. Jika kita lihat plot tersebut, sejalan dengan penyerap makin tebal, ada titik dimana redaman mulai berkurang. Fenomena inilah yang disebut dengan “beam hardening”. Untuk itu, tidak perlu bagi kita memetakan semua kurva yang ada. Kita hanya memilih beberapa poin dengan menggunakan dua phantom spesial, satu untuk merepresentasikan redaman tengkorak, dan satunya lagi untuk tubuh. Jika kita lihat lagi koreksi channel dengan perspektif yang lebih luas lagi, maka kita juga harus melihat kembali koreksi offset dan kalibrasi. Kalibrasi data dilakukan dengan scan udara, yang berarti menunjukkan titik (0,0), yang kemudian disebut “caltab”. Titik ini menunjukkan titik tanpa redaman. Di titik ujung yang lain adalah yang disebut dengan nilai offset. Titik ini merepresentasikan redaman maksimum (tanpa sinyal) yang berarti DAS membaca tanpa radiasi. Titik tengah plot ini didapatkan dari tabel koefisien. Tabel ini merepresentasikan nilai yang berhubungan dengan ketebalan dan komposisi penyerapan phantom. Pada akhirnya, kita akan mendapatkan sebuah set nilai koreksi yang unik untuk tiap elemen di array detektor.


Water Scaling
Water scaling dapat dilihat dari dua bagian proses. Bagian pertama dilakukan sebagai prosedural servis dimana phantom khusus yang terdiri atas silinder plexiglas yang berisi air discan. Nilai redaman atau µ air diukur dengan merata-ratakan jumlah pixel yang terdapat dalam lingkaran ROI (Region of Interested) yang telah didefinisikan sebelumnya. Hasilnya harus nol, jika tidak, maka nilai koreksi dibuat untuk menaikkan atau menurunkan niali dan diletakkan ke dalam tabel. Prosedur ini mirip dengan mengkalibrasi termometer dengan mengukur titik beku dan titik didih air dalam bentuk derajat, namun dalam alat ini satuan pengukurannya disebut HU (Hounsfield Unit).
Bagian kedua dari water scaling diselesaikan selama tahap “preprocessing” yang berlangsung di dalam image processor. Tabel dibuat sebelumnya, dan digunakan selama rekonstruksi image untuk meyakinkan bahwa redaman air selalu bernilai 0 HU. HU adalah satuan standar yang dapat dianalisa oleh dokter sebagai µ objek. Angka ini harus sama untuk semua mesin CT.

Konvolusi
Konvolusi dideskripsikan sebagai proses matematika. Gunanya dalam CT sangat penting untuk menghilangkan kebanyakan efek blurring, dan sangat melekat dengan fisik rekonstruksi image CT yang menggunakan teknik yang disebut dengan backprojection. Hal ini dikerjakan dengan mengaplikasikan filter digital yang disebut kernel ke semua data redaman dengan cara yang sama. Kernel dapat juga didesain untuk meningkatkan kualitas tepi dan batas gambar pada image dan menghasilkan tampilan yang lebih tajam, sehingga dapat meningkatkan resolusi kontras tingkat tinggi atau dapat menghaluskan image, dan kemudian mengurangi kehadiran noise, dan juga meningkatkan resolusi kontras tingkat rendah. Hasilnya adalah data-data yang telah dikonvolusi dan kemudian siap dikirimkan ke jenjang berikutnya, yaitu rekonstruksi image.
Rekonstruksi
Proses rekonstruksi melibatkan hardware yang didesain secara khusus untuk melakukan backprojection. Tahap ini mengambil data tiap profil redaman yang telah melewati tahap preprocessing dan dikonvolusi

Tidak ada komentar: